Kolonialisme dan ketidakmanusiawian Kebun Binatang Manusia abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20

Pameran etnologi atau Human zoo merupakan pertunjukan anggota suku asli Afrika, Asia, dan Amerika Selatan di dalam sebuah kandang, seperti kebun binatang, pertunjukan ini sempat populer di Eropa dan Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Terutama di kerajaan kolonial Inggris Raya, Prancis, dan Jerman.

Mereka memanfaatkan ke-populeran dan memamerkan orang-orang 'eksotis' dari berbagai belahan dunia, yang memiliki daya tarik besar bagi massa pengunjung selama periode itu.

Di pertunjukan ini para manusia berkulit hitam dipamerkan dan orang-orang berkulit putih menonton mereka dengan tindakan merendahkan. Pamerannya sering menekankan perbedaan budaya antara peradaban Eropa , Barat dan orang-orang non-Eropa.

Antropolog Shoshi Parks menulis : "asal-usulnya berangkat dari kelahiran pertunjukan sirkus di London pada 1770-an. Sirkus tidak hanya memamerkan kemampuan atletis atau hewan eksotis, tetapi juga orang-orang yang berbeda".


Carl Hagenbeck sering dikaitkan sebagai pelopor berdirinya kebun binatang manusia ini, ia merupakan seorang pedagang hewan asal Jerman. Dia membeli hewan eksotis selama beberapa dekade, membawa mereka ke kebun binatang pribadi dan sirkus. 

Pada titik tertentu, Hagenback mulai mendatangkan penduduk asli dari seluruh dunia dan menemukan bahwa ada minat besar dari penonton untuk melihat manusia eksotis ini.

Seiring membludaknya penonton pertunjukan Hagenbeck, kapitalis Eropa lain ingin juga mendapatkan untung dengan hal serupa. Upaya untuk membuat kebun binatang manusia tandingan mulai muncul pada tahun 1830-1840-an. Namun popularitasnya memuncak sejak 1870—era Imperialisme Baru .

Kebun binatang manusia makin sering dipertunjukkan di Paris, Hamburg, Berlin dan London. Juga di Barcelona, Milan, New York dan kota-kota besar di Eropa dan Amerika Serikat.

Kisah paling terkenal adalah pameran dari Saartjie Baartman dan Oto Benga , ini menunjukkan ketidakmanusiawian Kebun Binatang Manusia. Pada akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20, Manusia dipamerkan secara publik di Kebun Binatang Manusia di seluruh Eropa dan Amerika Utara.

Sebelum Kebun Binatang Manusia di era Kolonial, pameran Manusia telah dipraktikkan sepanjang Sejarah khususnya di Kekaisaran Romawi.

Contohnya adalah pameran Julius Caesar tentang Pemimpin Galia Vercingetorix yang ditaklukkan pada perayaan Kemenangannya yang terkenal setelah kemenangannya dalam Perang Galia .

Selama Zaman Penjelajahan, penjelajah Spanyol dan Portugis sering membawa kembali tumbuhan, hewan, dan bahkan manusia asing, untuk membuktikan bahwa perjalanan mereka berhasil. 

Namun, pajangan ini hanya dapat diakses oleh para elit, karena hanya dipamerkan di istana kerajaan. Sekali lagi, hanya para elit yang berhubungan dengan orang asing yang 'eksotis' ini.

Perbedaan utama antara pameran Manusia sebelumnya dan Kebun Binatang Manusia di era Kolonial adalah bahwa yang terakhir adalah untuk konsumsi massal dan tidak terbatas pada Aristokrasi.

Kepopuleran pertunjukan kebun binatang manusia masih berlanjut hingga era Perang Dunia II. Faktor penting yang berperan menghapus praktik kebun binatang manusia adalah dekolonialisasi negara jajahan dan menjamurnya organisasi-organisasi kemanusiaan berskala global sejak pertengahan abad ke-20.

Shosi menyatakan faktor lain: televisi. Kehadiran kotak ajaib secara efektif mampu mengenalkan dunia beserta manusia dan kebudayaannya ke masyarakat di benua Eropa dan Amerika Utara.


Jelas Shoshi, dampaknya adalah berkurangnya rasa penasaran orang kulit putih atas hal-hal “primitif" dan “eksotis". Efeknya lanjutannya, pengunjung pertunjukan kebun binatang manusia kian sepi.

Apalagi suara aktivis anti-rasisme makin mengencang. Bisnis rasis itu pun akhirnya kolaps dengan sendirinya.

Previous Post Next Post